Skip to main content

Posts

Hujan pun Berhenti

Entah mulai kapan hujan ini turun. Rasanya aku pun tak peduli. Kaki ini rasanya tak mau berhenti. Entahlah, sudah berapa jam pula aku berjalan. Suara deras itu masih terdengar. Menyisakan dingin yang menusuk tulang. Tak tahu berapa lama lagi tubuh ini sanggup menahannya. Dingin ini telah memaksaku berhenti. Tetes sisa hujan itu masih saja menitik, satu per satu dari ujung-ujung daun. Iramanya makin menyayat saja. Entah mulai kapan, hujan tak lagi indah. Aromanya yang bercampur tanah ini pun tak lagi menyenangkan. Menyesakkan. Adakah kesempatan itu masih ada? Adakah aku mampu bertahan? perbekalan yang tersisa hanya roti yang telah separuh dihabiskan tadi siang. Tak ada yang lainnya. Kakiku mulai mati rasa, luka itu tak lagi aku rasakan perihnya. Sekarang, mau bergerak pun rasanya tak mungkin. Inikah akhir itu? Sejenak terbayang senyum mu di balik samar temaram senja. Senyum yang ingin kumiliki seutuhnya. Senyum yang selalu ingin ku jaga. Namun begitu salah.  Pagi...
Recent posts

Pasar

Entah apa sebenarnya yang terjadi. Pagi itu. Seperti biasa, pengelana mulai merapikan peralatannya. Tenda dia rapikan, tungku telah ia bungkus. Sisa api semalam juga telah dipadamkannya. Tidak ia sisakan  sedikitpun sampah di tempat ia berkemah. Semua telah rapi. Dinaikkannya ke punggung onta semua barang dan perbekalannya. Hari ini ia akan ke kota di pinggir padang pasir itu. Ia hendak membeli perbekalan untuk mencapai kota berikutnya. Namun, karena dinar yang dimilikinya pun tinggal sedikit, dan barang untuk dibarter juga tidak ada. Ia pun memutuskan untuk tinggal sedikit lebih lama di kota itu. Rencananya ia akan bekerja. Dicarinya pasar. Ia tidak terlalu sulit untuk menemukan pasar. Karena di kota itu, pasarnya cukup besar dan merupakan tempat bertemunya pedagang dari negeri seberang. Kecakapan pengelana dalam menghitung dan mencatat membuatnya mudah mendapat pekerjaan. Kini ia resmi menjadi asisten juru catat pedagang domba. Ia pun tampak terbiasa dengan rutinitas barunya ...

Himawari

Biarkan basah hujan turun Lepaskan aromanya, menguar Bersama rinainya Merekam jejak rindu Biarkan aku melaluinya Hamparan hatimu yang tak tahu di mana Harapku kan sampai Ketika Himawari sambut sang surya (Re)

Tak Indah, Hanya Aku

Bila angin dapat menghempaskan debu, maka izinkanlah aku menghempaskan keraguanmu. Bila hujan dapat menyejukkan terik siang, maka izinkanlah aku menyejukkan terik hatimu. Bila mentari dapat menghangatkan pagi, maka izinkanlah aku menghangatkan jiwamu. Tak ada yang indah, Hanya sekumpulan kata yang tak terucap. Tak ada yang indah, Hanya pikiran yang tertuang. Semua keindahan ada di depan matamu, jauh kau memandang luas ke batas cakrawala Dan aku, hanya aku. Sebutir debu angkasa tanpa arti bila tanpa-Nya ditunjukkan jalan kebenaran. Tanpa arti bila tanpa CINTA. oleh: Reza Purwantara Firdaus

Angan

Memulai dengan harapan, impian Khayal yang meluap Beradu dalam angan Bergerak dalam bayang Hilang bersama gelap Adakah aku di tiap hembusan yang kau buat Bisakah aku nyata dalam aliran waktumu Berharap akan ujung yang indah Dari segala perjalanan yang aku tempuh Agar bisa bersamamu Senantiasa bersamamu Oleh: Reza Purwantara Firdaus

Pilihan

Sore itu, Kara mendapati email masuk dalam mailbox hp butut miliknya. Terasa spesial memang, karena dengan datangnya email itu telah ada dua perusahaan yang berminat meminangnya untuk menjadi karyawan. Dengan perasaan berdebar Kara membuka email tersebut. "Kepada Kara, Kami PT Televisi Makmur mengundang anda dalam acara psikotes yang akan diselenggarakan di Istora Senayan Jakarta   pada Rabu, 16 Maret 2016 yang akan dimulai pukul 7 hingg 9 pagi. Mohon melengkapi diri dengan berkas berupa fotokopi ijazah, tanda pengenal sebagaimana terlampir, dan fotokopi transkrip nilai. Kami himbau untuk datang tepat waktu. Salam, HRD PT Televisi Makmur" Tak ayal, Kara merasa senang bukan main. Ingin rasanya ia berteriak, namun malu rasanya jika seluruh pandangan orang di ruang tunggu kantor itu terarah padanya. Ia pun beranjak dari ruang tunggu dan bergegas menuju kos mungilnya. Sesampainya di kos, ia segera menyiapkan berkas dan pergi ke tukang fotokopi yang...

Cookies Sore Hari

Mungkin, kenapa mungkin? Entahlah. Joran, mungkin dia sedang bad mood saja. Aku tak ingin mengganggunya. Seingatku ini sudah ketiga kalinya Ia bertingkah seperti ini. Dan, aku selalu tak mengerti apa yang ada dipikirannya. Ku rasa biar Margaret saja yang mengurus bocah itu. Aku jadi lelah juga dibuatnya. Siang itu, sebelum Joran bergumam sendiri sambil menggambar di sketch book nya, aku berencana mengajaknya ke toko buku yang satu jalan dengan rumahnya. Lalu, entah aku salah ucap atau apa, dia jadi seperti itu. Driiiinggg... "Cindi, Joran bersamamu?", kata suara diujung telpon. "Ia, dia kambuh sepertinya", jawabku malas. "Oke, aku segera ke sana", tuuut... Tuuut... Tuuut... Sebentar lagi Margaret datang. Mmmmmmh. Aku masih harus mengawasi bocah ini. Kuminum jus yang sedari tadi digenggamanku. "Joraan, joran", gumamku. Margaret tiba tak lama kemudian, Ia membisikkan sesuatu pada Joran. Joran hanya mengangguk sambil ter...